CINTA BUKAN PESTA HALLOWEEN YANG SEMALAM USAI
Inilah 5 Realita Cinta yang Perlu Anda Pahami Agar Anda tidak Salah Jalan
Akhir Oktober. Malam hari. Saya sedang jjs—jalan-jalan sore—di sebuah pusat perbelanjaan di AS. Beberapa orang yang melintas dan berpapasan dengan saya berpakaian aneh-aneh. “Pesta kostum,” pikir saya. Namun, saat memasuki sebuah toko dan disambut ‘drakula’ di pintu masuk, saya kaget. “Apa-apaan ini?” ujar saya dalam hati. Ketika melihat banyak labu yang dijadikan lentera, saya baru paham dan seakan menepuk jidat sendiri. Ini kan malam Halloween? Orang Amrik sedang gila-gilanya ‘pesta hantu’. “Hantu kok dirayaain?” protes saya lagi, tentu saja dalam hati.
Setelah puas jalan-jalan dan makan malam, saya kembali ke hotel. Ketika jalan di trotoar yang gelap tiba-tiba seekor kucing hitam melompat di depan saya. Hati saya sempat terkesiap. Biasanya, saya biasa-biasa saja bertemu dengan kucing hitam, di malam hari sekalipun. Namun, karena baru saja menyaksikan—lebih tepatnya dipaksa melihat—banyak pernik-pernik berbau hantu, saya kaget. Di Walmart—yang disebut-sebut sebagai toko serba ada terbesar di dunia—pernik-pernik bernuansa kegelapan dijajakan. Kotak perhiasan dari petik mati, asbak dari kepala tengkorak, kotak pensil yang saat dibuka keluar mayatnya dan sebagainya menjadi pemandangan biasa di sana.
Di Indonesia, Halloween mulai marak dirayain di mana-mana mulai diskotik sampai hotel berbintang, dari café premium ke warung kopi pinggir jalan. Di saat seperti ini, saya sempat merenung, bagi sebagian orang cinta mirip pesta Halloowen. Semalam langsung bubar. Yang tersisa tinggal sampah berserakan. Padahal, cinta adalah sesuatu yang mulia. Inilah 5 realita cinta yang perlu kita sadari bersama.
1. Cinta itu hidup, bukan maut
Perayaan Halloween berasal dari budaya pagan kuno suku Celtic Irlandia. Mereka menyebutnya All Hollow’s Evening. Sambil berdiang di sekitar api unggun, mereka pesta makan untuk menyambut arwah-arwah yang sudah mati. Hal ini mengusik hati para misionaris yang mulai berdatangan ke Irlandia. Seperti yang dilakukan Paulus di Atena, mereka ‘memberi pemahaman baru’ dengan mengubah namanya menjadi All Saint’s Day. Ketimbang memperingati arwah, mending orang-orang suci.
Cinta—kata Salomo—‘kuat seperti maut’ dan ‘kegairahan gigih seperti dunia orang mati’. Jangan salah baca. Cinta kuat seperti maut. Bukan maut itu sendiri. Karena cintalah Tuhan meniupkan nafas-Nya ke debu tanah yang mati sehingga menjadi insan yang hidup. Cinta sejati pasutri menghasilkan makhluk hidup baru: seorang anak. Kita ada karena cinta! Jangan ganti cinta yang murni dengan nafsu yang merusak diri.
2. Cinta itu memberi, bukan meminta secara paksa
Pada malam Halloween, 31 Oktober, anak-anak dengan berbagai macam kostum, mendatangi rumah-rumah untuk melakukan ‘trick or treat’. Arti harafiahnya, ‘beri’ atau ‘kami ganggu’. Gangguan di sini bisa berupa tindakan ‘nakal’ yang ‘ngerjain’ pemilik rumah. Untuk menghindari keisengan anak-anak ini, tuan rumah biasanya sudah menyediakan ‘treat’ berupa pengenan. Bisa pula menggantinya dengan uang.
Cinta sejati, bukan transaksional. Cinta itu memberi. Bukan meminta. Apalagi secara paksa! Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri merupakan kaidah kencana yang terus-menerus harus kita pahami dan jalani. Sekali lagi, love bukan lust! True love waits. Cinta sejati menunggu, bukan mengganggu.
3. Cinta itu mirip Jack in the Box, bukan Jack O’ Lantern
Pergilah ke negara-negara barat di akhir Oktober, maka hiasan yang mencolok di jalan-jalan adalah lampion atau lentera dari labu. Labu itu dikeluarkan isinya. Kulitnya dilubangi dengan ukiran-ukiran yang mengerikan. Namanya Jack ‘O Lantern. Ada sejarah kelam yang mengilhami lentera ini. Jack, pemuda Irlandia, pulang mabuk pada suatu malam. Dia dicegat Iblis. Karena ketakutan dia menantang Iblis untuk naik ke atas pohon yang tinggi. Jika sukses, dia bersedia diambil nyawanya. Saat berada di puncak pohon, Jack mengukir gambar salib di kulit kayu sehingga Iblis tidak berani turun. Baru ketika Iblis berjanji untuk tidak mengambil nyawanya, Jack melepaskannya. Namun, kebiasaan mabuk-mabukan membuat Jack tidak bisa masuk surga. Dia pun tidak bisa masuk neraka karena perjanjian yang dia buat dengan Iblis. Dia dilempar ke bumi. Iblis bahkan melemparkan bara api neraka ke arahnya. Karena malam yang dingin, untuk menghangatkan diri, Jack melubangi lobak dan masukkan bara itu ke dalammya. Dia membawa lentera labu itu ke mana-mana. Belakangan, lobak itu diganti labu oleh masyarakat. Benar-benar dongeng nenek-nekek tua dan isapan jempol belaka.
Bagi saya, cinta lebih mirip Jack in the Box ketimbang Jack ‘O Lantern. Mengapa? Penuh kejutan. Pernah membuka kotak yang dari dalamnya meloncat badut? Cinta memang penuh kejutan. Begitu menikah, kita kaget, karena tidak menduga tiba-tiba saja muncul karakter dari pasangan kita yang dari dulu tidak pernah nongol. Saat pacaran, semua serba indah. Begitu menikah, kok begitu parah?
4. Rumah cinta, bukan rumah hantu
Halloween juga identik dengan rumah hantu. Bukan Rumah Hantu seperti yang kita lihat di pusat keramaian, namun rumah biasa yang dihias dengan berbagai figur yang menyeramkan.
Saat cinta sudah mantap, kita beranjak ke pernikahan. Pasutri punya impian untuk membangun Rumah Cinta, bukan Gubuk Derita. Sang Pemrakarsa Cinta bersabda, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Itulah sebabnya, seindah-indahnya ‘Pondok Mertua Indah’—demikian biasanya orang katakan—jauh lebih indah jika kita bisa membangun Rumah Impian kita sendiri. Begitu banyak isteri yang konseling ke saya dan mengatakan tidak betah tinggal bersama mertua. Ketimbang berselisih terus-menerus, bukankah lebih aman kalau membangun sarang sendiri, sesederhana apa pun. Saya percaya, jika kita rukun, berkat pasti turun sehingga sedikit demi sedikit kita bisa memperbaiki, merenovasi atau bahkan membeli rumah baru.
5. Pakaian pesta, bukan kostum hantu
Seperti yang saya lihat saat jalan-jalan saat Halloween, anak kecil sampai orangtua memakai kostum hantu yang didominasi warna hitam. Ada yang bahkan memakai kostum tengkorak dan berjingkrak-jingkrak di kegelapan malam. Sungguh mengerikan.
Pernikahan biasanya dimeriahkan dengan pesta. Tidak ada orang yang datang ke pesta dengan pakaian kotor. Nabi Zakharia mencatat dalam Kitab Hikmat, “Tanggalkanlah pakaian yang kotor itu dari padanya, Aku akan mengenakan kepadamu pakaian pesta.” Pasutri perlu meninggalkan manusia lama dan mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbarui. Kata ‘menjadi satu daging’ diartikan proses seumur hidup untuk memperbaiki diri dan menjadi lebih berarti bukan saja bagi pasangan, melainkan bagi Tuhan Sang Pencipta pernikahan. Bukankah begitu?